Miskonsepsi Pick-Me Batasi Perempuan Berekspresi

13 Maret 2022

foto artikel

Perempuan yang saling memberikan tatapan sinis (New York Times)

Panggilan pick-me girl menyasar perempuan yang bangga karena dirinya tidak pernah berdandan, hanya bergaul dengan laki-laki, melemparkan candaan seksis, dan menganggap seluruh perempuan, kecuali dirinya, "dramatis". Namun, konsep ini mulai menjalar dan dapat berdampak negatif. Ia menjadi sebuah tren frasa untuk diucap, menyerang seluruh perempuan yang berpakaian atau berselera tidak umum, dan dapat tumbuh menjadi suatu konsep misoginis yang berisiko pada kebebasan perempuan ke depannya.

Berbeda dengan biasanya, perempuan pick-me berusaha untuk membuat dinding antara dirinya dan konsep femininitas tradisional yang tumbuh kembang sejak lama: bahwa perempuan selalu emosional, sedangkan mereka tidak. Padahal, emosi dirasakan siapa saja, tak terkecuali pun laki-laki. Bahwa perempuan "dikonstruksikan" perlu tampil feminin, sedangkan mereka merasa tampil maskulin lebih baik. Padahal, memilih identitas gender adalah hak siapa saja dan bukan suatu kompetisi.

Berbeda = keren?
Menjadi orang yang menonjol karena berbeda menjadi suatu yang sering kali dianggap membanggakan, mungkin kita juga dikonstruksikan begitu. Makanya beberapa perempuan berusaha menunjukkan perbedaannya dengan orang lain di media sosial, seperti melemparkan kalimat "I'm not like other girls!" di depan orang-orang.

Pemikiran ini sepertinya mendasar dari bagaimana media berusaha menunjukkan kehebatan pemeran utama dalam suatu tayangan. Yang di perkenalan cerita dikonstruksikan berbeda sering berakhir menjadi yang berbahagia, cintanya terbalaskan, menang dalam suatu kompetisi, atau bahkan mendapatkan kekuatan super. Pembawaan karakter dalam cerita-cerita ini tidak salah, tetapi dapat memberikan dampak tersendiri untuk orang yang terbiasa mengonsumsi narasi semacam. Mereka mengonstruksikan sebuah realitas yang tidak benar adanya bahwa menjadi berbeda membuat diri lebih unggul daripada yang lain.

Pandangan ini membuat suatu piramida yang mengategorisasikan tipe orang, tidak terkecuali perempuan. Bahwa perempuan yang berbeda berada pada kelas tertinggi, sedangkan perempuan "other girls" masuk ke kategori terbawah. Siapakah mereka? Mereka adalah perempuan yang menata rias, menumbuhkan rambutnya hingga panjang, berbicara halus, senang dengan tren K-Pop, atau memasak—seluruh perempuan yang masuk dalam kategori feminin. Konsepsi piramida ini tidak hanya merugikan perempuan dalam satu waktu, tetapi juga dapat merendahkan martabat dan membatasi kebebasan perempuan untuk berekspresi secara menyeluruh.

Mungkin konsep ini juga dikompori dengan ucapan laki-laki yang mencoba merayu seperti "Kamu beda, ya, dari perempuan-perempuan lain". Media, khususnya beberapa film bergenre romantis remaja dan iklan produk kecantikan keluaran lama, membentuk perempuan untuk bertarung satu dengan yang lainnya. Hal ini lantaran mengajak perempuan untuk merendahkan kelompoknya sendiri demi atensi laki-laki yang juga diperparah oleh pujian ilusif laki-laki.

Menelusuri definisinya lebih lanjut, penggunaan pick-me uniknya didefinisikan secara jelas saat ditujukan kepada laki-laki. Lelaki pick-me adalah mereka yang secara verbal mengakui dirinya berbeda dengan sesamanya secara umum. Mereka yang menyebut dirinya tidak setampan laki-laki lain, melakukan tindakan self-pity, dan mengaku iri kepada laki-laki yang percaya diri di depan perempuan untuk memanipulasi secara emosional adalah si pick-me boy.

Beda bukan berarti pick-me
Berbeda dari itu, label perempuan pick-me juga sering ditujukan kepada cara perempuan berbusana, memilih untuk tidak menata rias, atau memiliki preferensi yang berbeda dari sesamanya. Saya beberapa kali menemukan perempuan di media sosial yang berusaha menjelaskan preferensinya dengan menambahkan templat di awal yang buat saya mengerutkan dahi:

"Gak bermaksud pick-me, ya, tapi aku tuh...."

Disayangkan sekali bahwa panggilan ini, yang ditujukan pada perempuan penganut misogini, malah berbalik dapat menyerang kebebasan perempuan untuk berekspresi. Alih-alih membenci sikap self-proclaim merasa lebih unggul daripada sesamanya, kita menjadi menggunakan asal panggilan itu ke orang-orang yang secara personal kita tidak suka, dan menjalar menjadi suatu miskonsepsi. Padahal, yg dibenci seharusnya bukan apa preferensi seseorang, tetapi bagaimana ia memandang rendah orang lain yang berbeda darinya.

Apakah semua perempuan yang enggak berdandan adalah pick-me? Tidak. Hanya mereka yang merendahkan perempuan yang hobi menata rias.

Apakah semua perempuan yang menyukai aliran budaya yang berbeda dari temannya adalah pick-me? Tidak. Hanya mereka yang meremehkan preferensi sesamanya yang lebih menyukai budaya populer.

Apakah semua perempuan yang senang bergaul dengan laki-laki adalah pick-me? Tidak. Hanya mereka yang menggeneralisasi semua perempuan emosional & terlalu banyak drama untuk diajak berkawan.

Jangan sampai perempuan yang memiliki preferensi serupa dengan tipikal pick-me menjadi korban sulutan api dari warga. Realitasnya, perempuan di Indonesia sudah cukup kesulitan untuk memperoleh hak dalam berekspresi yang sama dengan laki-laki. Konsepsi pick-me seharusnya hanya ditujukan kepada orang-orang yang merendahkan sesamanya untuk meninggikan dirinya sendiri.

~

Penulis: Fiona Wiputri

Sumber: Study Breaks, Feminism in India, dan The McGill International Review Online