Manusia Tidak Lahir Menjadi Karnivor

30 Januari 2022

foto artikel

Ilustrasi Manusia Purba Memburu Hewan (Peter Bischoff/Getty images)


"So I am living without fats, without meat, without fish, but am feeling quite well this way. It always seems to me that man was not born to be a carnivore."
Albert Einstein (1954)

Makan daging? Kayaknya hal yang sudah lumrah saja dilakukan, ya. Setiap kita bingung mau pesan makanan apa di aplikasi pesan daring, rasanya yang dipesan tidak jauh dari nasi padang, ayam geprek, atau juga nasi goreng spesial.

kekuasaan, bahkan maskulinitas. Padahal, kita sebenarnya tidak membutuhkan daging hewan, tetapi menginginkannya atas pengaruh sosial dan budaya. Padahal, Campbell (2004) menemukan bahwa nutrisi pada hewan tidak sebanyak (kebanyakan) tumbuhan atau kacang-kacangan.

Perdana Menteri UK Margaret Thatcher pun pada masanya menentang untuk mengajak rakyatnya makan buah/sayur segar demi kelancaran pergerakan ekonomi. Indonesia juga pernah menerapkan 4 Sehat 5 Sempurna yang menambahkan lauk dan susu sebagai komponen penting dalam makanan, walau akhirnya diganti menjadi Gizi Seimbang pada 2016. Tidak hanya dari segi sosial atau budaya, ternyata kebiasaan kita memakan daging juga dapat dipengaruhi oleh politik negara.

Karena daging kini semakin mudah diproduksi, pebisnis mulai bermain dengan konsep makanan daging olahan. Perdana Menteri UK Margaret Thatcher pun pada saat itu menentang untuk mengajak rakyatnya makan buah/sayur segar demi kelancaran pergerakan ekonomi. Kita semakin terjerumus untuk memakan daging dengan industri olahan makanan yang semakin meluas walau berbagai kerugian dapat terjadi kepada hewan dan konsumen.

Daging, tetapi tidak semua daging

Buku Why we love dogs, eat pigs, and wear cows? menyatakan bahwa persepsi atas suatu skema berpengaruh besar pada bagaimana kita membiasakan sesuatu. Jika kita diberitahu bahwa makanan lezat di depan mata kita adalah daging seekor anjing, kita akan menolak untuk memakannya “karena langsung membayangkan anjing hidup”. Bedanya, kebanyakan manusia sudah “memblokir empati” terhadap sapi, ayam, dan hewan ternak lainnya.

Sering kali kita merasa nggak enak hati saat memakan daging hewan, tetapi kita tetap memakannya. Joy (2010) menjelaskan tentang 3 cara manusia menghilangkan rasa ketidaknyamanan moral:

  1. Mengubah anutan nilai agar sesuai dengan perilaku
  2. Mengubah perilaku agar sesuai dengan anutan nilai
  3. Mengubah pandangan kita tentang perilaku agar sesuai dengan anutan nilai

Kita bisa saja mengikuti cara kedua dengan menjadi vegetarian. Namun, memblokir empati dengan tetap memakan berbagai jenis daging hewan adalah pilihan kita untuk menggunakan cara ketiga.

Perihal Vegetarian

Walau sepertinya baru-baru ini terdengar, ideologi vegetarianisme pun tercatat ada sejak zaman Yunani Kuno (±500 SM) dan definisinya terus dicari hingga kini. Pergerakannya mulai besar semenjak Mahatma Gandhi pada 1931 yang ingin mendorong orang untuk beralih menjadi vegetarian bukan dengan alasan kesehatan, melainkan alasan moralitas. Walau tidak dapat dimungkiri bahwa suatu penelitian menemukan bahwa menjadi vegetarian juga mampu menambah harapan hidup hingga 10 tahun.

Dari sejumlah data, Vou (2021) menyatakan bahwa vegetarian mencapai 14% dan jumlah vegan diperkirakan 1% dari populasi bumi. Di Amerika Serikat, jumlah vegan meningkat enam kali lipat pada 2014—2018 dan 2019 dijuluki sebagai "The Year of the Vegan" oleh The Economist.

~

Penulis: Fiona Wiputri

Sumber: Why we love dogs, eat pigs, and wear cows? (buku), Vegetarianism, Ten years of life: Is it a matter of choice?, History, dan International Vegan Union