Kisah di Balik Gemerlap Valentine

14 Februari 2022

foto artikel

Perayaan Hari Valentine (Kumparan)

14 Februari diperingati sebagai Hari Valentine atau yang biasa disebut sebagai hari kasih sayang. Di hari itu, wajar bagi orang-orang untuk mengungkapkan rasa sayang mereka kepada orang yang mereka kasihi dengan mengirimkan bunga, cokelat, bahkan puisi. Namun, Hari Valentine ternyata juga sering kali mendapatkan penolakan dari kelompok tertentu. Penolakan tersebut diungkapkan melalui demo, postingan di media sosial, dan kajian-kajian yang dapat mengundang opini publik. Meskipun demikian, perayaan Hari Valentine masih dilaksanakan hingga sekarang.

Di sisi lain, perayaan Hari Valentine memiliki nilai ekonomis. Dalam sebuah kesempatan, seorang petani bunga di Bandung pernah menceritakan bahwa ada peningkatan pesanan bunga hingga 25.000 tangkai menjelang hari tersebut. National Retail Federation melaporkan pada tahun 2020 $27,4 milliar dihabiskan oleh konsumen sebagai persiapan untuk merayakan Hari Valentine. Jika dibandingkan dengan tahun 2019, yang hanya berkisar U$ 20,7 milliar, maka dapat dikatakan telah terjadi peningkatan penjualan dalam kaitan dengan perayaan Hari Valentine

Memang di era sekarang perayaan Hari Valentine sering dipertanyakan, tetapi tahukah kamu bahwa ada kisah menarik dalam sejarah Hari Valentine? Dikutip dari inetdetik.com ada sebuah kisah yang menggambarkan pertempuran seorang martir yang berjuang untuk keadilan di zamannya. Di mana sebelum perkembangan agama Kristen, ada festival menghormati Juno, dewi bagi perempuan dan pernikahan. Dalam sistem kepercayaan Romawi, festival ini adalah festival kesuburan atau Lupercalia. Di festival tersebut, Luperci, anggota pendeta Roma akan berkumpul di gua suci, yang di mana, menurut legenda, adalah tempat Romus dan Romulus dibesarkan oleh serigala. Di gua itu, mereka akan mengorbankan kambing sebagai tanda kesuburan dan anjing sebagai tanda penyucian. Tidak hanya itu, dalam festival tersebut juga diadakan undian untuk mengawinkan lelaki dan perempuan, yang seringkali berakhir dengan pernikahan.

Namun, seiring berkembangnya Kekristenan, tepatnya pada masa Paus Gelasius, diputuskan bahwa semua perayaan budaya keagamaan pagan, termasuk Pesta Lupercales harus diubah dan dipersembahkan kepada seorang martir Romawi bernama Valentine yang menjadi martir pada 14 Februari 269. Valentine dikenal sebagai imam yang mengesahkan pernikahan bagi tentara Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Claudius II. Pada saat itu, kemuliaan dan kebesaran Romawi akan segera berakhir. Krisis terjadi di mana-mana sehingga kekaisaran membutuhkan tentara sebanyak mungkin untuk memperkuat pasukannya. Inilah yang menjadi dasar dari larangan pernikahan pasangan muda di zaman Claudius II. Jelas, ini melanggar rasa keadilan yang diperjuangkan Valentine, tetapi Valentine tetap memberkati mereka yang ingin menikah, dengan menggelar upacara pernikahan bagi mereka.

Perbuatan Valentine tersebut diketahui oleh kekaisaran sehingga dia dikirim ke penjara. Di dalam penjara, anak seorang penjaga penjara bernama Asterius memiliki anak yang mengalami kebutaan. Asterius mendengar bahwa Valentine adalah seseorang yang diberikan karunia untuk menyembuhkan. Kemudian, ia mengajukan sebuah permintaan kepada Valentine untuk menyembuhkan putrinya. Penyembuhan putri Asterius ini mengejutkan Kaisar Claudius II dan ia ingin Valentine bergabung dengan Kekaisaran Romawi, tetapi Valentine menolak. Alhasil, Valentine dijatuhi hukuman mati. Ketika ia akan dieksekusi, ia mengirim surat kepada gadis yang telah ia selamatkan dan mengakhiri surat itu dengan kata-kata "Dari Valentine-mu", yang menjadi ucapan sampai dengan hari ini.

Diakui kebenaran sejarah Hari Valentine gelap dan ambigu. Namun, di balik kesedihan itu, ada kisah kepahlawanan dan romansa yang patut diilhami. Apalagi, kisah Valentine juga jelas memuat upaya umat Kristiani untuk melawan budaya pagan yang masih ada dengan cara mengadakan perayaan tandingan berupa perayaan kehormatan Hari Valentine. Valentine tidak hanya mengenang suatu kisah cinta, tetapi juga suatu perjuangan.

~

Penulis: Rosalia Amanda

Sumber: Tribun, Suara, dan Merdeka